Mau'izhatul Lin Nas

Tulisan atas pemahaman dari kitab

Mau'izhatul Lin Nas

موعظة للناس
مع
مسئلة فيها
Mau Izhatun Lin Nas

(Halaman 27)

Rukun shalat 13
Rukun yang pertama adalah Niat
Niat terbagi menjadi 4
i. Niat basithat ( بسيطة ) yaitu berhimpun dari awal hingga akhir.
Niat ini yaitu memulai niat dalam hati serta selamanya daripada takbirnya menyusun lafazh serta maknanya. Niat seperti ini tidak shah sebagai rukun shalat
ii. Tauzi’iyah ( توزيعية ) yakni berbagi; membagikan niat itu daripada suku-suku takbir daripada ashal hingga allah Akbar;  niat serpti ini juga tidak shah sebagai rukun shalat)
iii. ‘Urfiyah ( عرفية ) yaitu menghadirkan ia pada awal zat shalat dengan qashad, ta’radh, ta’yin terdahulu sedikit daripada takbir. Maka dimulai niat itu daripada Alif Allah dan disudahi dengan Ra Akbar, tidak terdahulu dan tidak perkemudian; niat seperti ini shah sebagai rukun shalat.
Niat jenis ini, tiga tingkatan :
1) Dany ( دانى ) yakni segala yang wajib pada syara’ dikerjakan, memada ia
2) Wasthy ( وسطى ) yaitu sempurna
3) Qashwy ( قصوى ) yaitu yang terlebih sempurna yaitu niat pada nabi dan auliya
iv. Kamaliyah ( كمالية )  yakni sempurna;  niat ini masuk dalam tingkat niat ‘urfy. Niat jenis ini sah sebagai rukun shalat

Rukun niat ada 6 (enam)
Pertama : sengaja berbuat
Kedua : menyatakan dhuhur atau asar misalnya
Ketiga : menta’arudhkan fardhu atau sunat
Keempat : menta’arudhkan ada’ (tunai) atau qadha
Kelima : niat itu berada didalam hati
Keenam : niat dilaksanakan beserta takbiratul ihram dan berkekalan hingga akhir shalat.

Sebagian daripada tujuan  niat disertai dalam takbiratul ihram adalah supaya jangan lalai daripada membaca serta memperbuatnya. Jikalau berniat sebelum meperbuatnya maka ia dinamakan dengan angan-angan (cita-cita).

Niat itu terletak didalam hati, tempat syarat niat dari hari kepada anggota sedangkan tempat rukunnya didalam hati dan anggota.

(Halaman 28)
Rukun yang kedua adalah Takbiratul ihram
Sebab dinamakan dengan Takbiratul Ihram adalah setiap yang halal sebelum shalat menjadi haram didalam shalat, seperti makan, minum dan lain-lain.
Takbiratul ihram adalah pintunya shalat, shalat itu adalah pintu segala amal. Tiada sahlah amal kecuali dengan niat. Sehingga takbir intiqalat yang terjadi dalam shalat tidak akan membathalkan makna takbiratul ihram pada awal shalat. Karena pada takiratul ihram sudah dilaksanakan niat maka apapun kegiatan yang halal sebelum takbiratul ihram tidak akan menjadi halal karena ia sudah berada dalam perbuatan yang diniatkan. Berkekalanlah niat itu sampai dengan akhir daripada shalatnya.

Takbiratul ihram adalah pintu shalat, fatihah adalah kunci shalat, niat adalah anak kunci shalat, dan salam adalah yang membukakan shalat itu sendiri.

Dalam takbiratul ihram ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, syarat-syarat tersebut ada 10 (sepuluh) macam :
1) Dengan lafazh allahu akbar ( الله اكبر ) bukan arrahmanu akbar(اكبر  الرحمن ) atau a’zhamu akbar ( اعظم اكبر ) atau lainnya.
2) Dengan bahasa arab
3) Memelihara hurufnya, tiada shah takbiratul ihram dengan bacaan seperti allahu hakbar ( الله هكبر )
4) Memelihara tasydidnya, tiada shah takbiratul ihram dengan bacaan seperti alahu akbar ( الـــله اكبر )
5) Jangan dipanjangkan lebih dari dua alif pada hu dan ba seperti allahuu akbaar ( اللهو اكبار )
6) Mematikan baris ra, jikalau dibariskan maka tiada shahlah takbirnya.
7) Tertib, tiada shah jika dikatakan dengan akbaru Allah ( اكبر الله )
8) Muwalat (berturut-turut), jikalah berpisah antara dua suku kata dari kalimat takbir, yakni allahu dan akbar, maka tiada shahlah takbirnya.
9) Terdengar suara takbir pada telinga sipembacanya, jikalau tidak terdengar pada telinga sipembacanya, pada hal tiada ‘uzur, maka tidak shahlah takbirnya itu.
10) Diucapkan takbir itu sepenuhnya dalam keadaan berdiri. Jikalaulah sebagian takbir itu dalam keadaan berdiri dan sebagaian dalam keadaan ruku’, maka tiada shahlah shalatnya seseorang itu. .

Rukun yang ketiga adalah berdiri betul pada shalat fardhu bagi yang kuasa berdiri.
Disyaratkan pada berdiri ini adalah tidak condong, baik kekiri, kekanan, kedepan, kebelakang. Jikalaulah condong dengan ukuran tidak dinamakan dengan berdiri betul, maka tiada memadalah ia, kecuali bagi orang yang mudharat.

Rukun yang keempat adalah membaca fatihah di setiap raka’atnya kecuali bagi orang yang masbuq dalam shalat berjama’ah bolehlah ia tidak menyempurnakan pembacaan fatihahnya jikalau ia hendak mendapatkan raka’at dengan imam dalam shalat berjama’ah.
Dalam membaca fatihah ada delapan syarat :
1. Memelihara segala huruf fatihah, sehingga tidak tertinggal atau tertukar walau satu huruf. seperti tertukarnya huruf sin ( س ) menjadi shad ( ص ) atau shad ( ص  ) menjadi tsa ( ث ) atau lainnya.
2. Memelihara tasydidnya seperti di Iyyaka ( اياك )
3. Memelihara baris yang bisa mengubah makna al fatihah itu sendiri. Jikalau tertukar tanpa sengaja wajib diulangi dengan pembacaan yang benar.
4. Membacanya harus Tertib seperti susunan alfatihah dalam Al quran
5. Muwalat, yakni tidak boleh diam dengan sengaja atau tidak sengaja dalam waktu yang lama, maka jilau diam dengan ukuran tidak muwalat, maka batallah fatihahnya.
6. Jangan di ajari orang yang shalat dalam bacaan fatihahnya.
7. Terdengan bacaan fatihah itu pada diri sipembacanya
8. Bacaan fatihah mesti dalam kondisi berdiri kecuali bagi orang yang tidak mampu berdiri. Jikalaulah pembacaan sebagian al fatihah itu terjadi dalam kondisi bamgkit dari sujud sebelum berdiri betul atau turun kepada ruku’ dalam keadaan sengaja dilakukannya, maka batallah shalatnya.

(Halaman 29)
Rukun yang kelima adalah ruku’
Syarat ruku’ yaitu :
1. Condong tubuhnya dengan ukuran sampai kedua telapak tangannya kepada lututnya orang yang shalat itu sendiri.
2. Jangan sengaja melakukan ruku’ karena alasan lain daripada alasan ruku’ itu sendiri. Dan
3. Ada thuma’ninah padanya.

Rukun yang keenam adalah i’tidal dan thuma’ninah didalamnya, yakni, berdiri dengan tegak (berdiri betul)
Syarat pada i’tidal adalah
1. Dilakukan Thuma’ninah dalam keadaan berdiri
2. Thuma’ninah dalam pelaksanaan i’tidal itu sendiri, yakni betul dalam berdirinya, tidak bergerak-gerak dalam i’tidalnya, apalagi gerakannya sampai ke batas ruku’.
3. Imbang (tetap) bahunya

Rukum yang ketujuh sujud serta thuma’ninah didalamnya.
Disayaratkan dalam sujud itu 6 syarat :
1. Dahi mengenai tempat sujud, bukan kening dan bukan juga pipi dan hidung. Artinya dahilah yang mesti diantarkan ketempat mushalla.
2. menghantarkan dua lututnya, jari-jarinya, dua kakinya dan dua telapak tangannya.
3. Dahi dihantarkan ketempat mushalla dalam keadaan terbuka, tidak tertutup oleh semisal kain, perca. Boleh dan sahlah sujud jikalau tertutup dahi karena perca (perban) untuk menutupi lukanya yang menyebabkan mudarat jikalau tidak memakai perca (perban) dan lain sebagainya.
4. ukuran penekana sujud seberat perkiraan berat kepala orang yang sujud itu sendiri. Jangan ditambah berat atau dikurangi beratnya.
5. Meninggikan yang terbawah (pinggul..?) kepada yang tertinggi (kepala ..?)
6. sengaja turun untuk sujud bukan karena yang lain daripada sujud

Rukun yang kedelapan adalah duduk antara dua sujud.
Syaratnya sama seperti syarat pada i’tidal

Rukun yang kesembilan adalah tasyahud akhir.
Syarat pada tasyahud akhir ada lima
1. Memelihara hurufnya
2. Memelihara tasydidnya
3. Memelihara barisnya
4. Tertib
5. Membaca salawat dengan ucapan allahumma shalli ‘ala Muhammad ( اللهم صل على محمد )

Disyaratkan pada pembacaan salawat itu 7 (tujuh) macam :
1. Memelihara hurufnya
2. Memelihara tasydidnya
3. Memelihara barisnya
4. Tertib
5. Muwalat
6. Terdengar pada diri sipembaca
7. dalam keadaan duduk bagi yang mampu

Rukun yang kesepuluh adalah duduk Tahiyyat Akhir
Rukun yang kesebelas salawat kepada nabi
Rukun yang keduabelas salam yakni mengucapkan assalamu’alaikum warahmatullah ( السلام عليكم ورحمة الله )
Disyaratkan pada salam lima syarat :
1. Memelihara tasydidnya
2. Memelihara kalimatnya
3. Memelihara Muwalatnya
4. terdengar pada diri pembaca
5. Membaca salam dalam keadaan duduk

Jikalau dibaca salam dalam keadaan sengaja dengan ucapan salamu ‘alaikum, ata assalamu ‘alaika, atau assalamu ‘alaihim, niscaya tidak sahlah shalatnya.

Rukun yang ketigabelas tertib, yaitu sesuai berurut menurut aturan pelaksanaan shalat, jikalau sengaja meninggalkan tertib, maka tidak sahlah shalatnya.

(halaman 30)
Rupa keaadaan niat dalam shalat adalah disertakan pada pertama takbir dengan ukuran sekira-kira sengaja menghazhirkan didalam ilmunya akan segala sifat shalat serta sengaja pada awal zat shalat dan tidak lalai mengingat shalat sampai sempurna takbir itu.

Niat itu terbit dari dalam hati, Allah melihat sesuatu dalam hati, tempat syarath niat itu daripada hati hingga anggota dan tempat rukun niat daripada hati dan anggota.

Penyebab rukun niat daripada hati hingga anggota karena rukun shalat yang 13 itu dibagi tiga, yaitu :
Rukun Qalby (  ), dan
kedua Rukun Fi’ly (  ) dan
ketiga Rukun Dzikry (  )

Rukun nyata dilafazkan serta didapati ia. Sedangkan niat tiada dilafazkan karena niat sendiri adalah ‘amil ma’nawy (tiada dilafazhkan dan tidak didapati rupa / modelnya/.

Tidak berniat seseorang itu sendiri akan tampil pada perbuatannya, karena niat adalah ashal sedangkan yang lain dari niat dalam rukun 13 adalah cabang dari sumber atas apa yang ada dalam hati. Niat juga merupakan penyebab munculnya perbuatan.






Kesilapan dan kesalahan mohon disampaiakan langsung kepada penulis untuk diperbaiki.

Sadur Ulang oleh Tgk. Nawawi Hakimis
Pimpinan Dayah Nihayatul Muhtaj, Tangan-ttangan, Aceh Barat Daya


0 Response to "Mau'izhatul Lin Nas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel