Bala' Hadir Disetiap Tahun
*HADIST NABI MENUNJUKKAN WABAH ADALAH PERISTIWA ALAMI, BUKAN KONSPIRASI*
Hadis Nabi menunjukkan bahwa wabah itu fenomena alamiah saja. Bahkan Madinah adalah wilayah yang dikenal punya banyak wabah penyakit.
Padahal Nabi sendiri dalam hadisnya memberikan petunjuk bahwa wabah penyakit itu sesuatu yang alami belaka. Tiap tahun bahkan ada wabah penyakit sebagaimana disebutkan hadis di bawah ini:
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ
“Tutuplah bejana-bejana, dan ikatlah tempat-tempat minuman, karena di suatu malam pada setiap tahunnya akan ada wabah penyakit (berbahaya) yang akan jatuh ke dalam bejana dan ketempat-tempat air yang tidak tertutup” (HR Muslim no. 3758).
Dari hadis ini jelas bahwa wabah penyakit itu bukan konspirasi macam-macam. Nabi sendiri bilang, tiap tahun akan ada wabah penyakit. Perhatikan ulang hadis di atas tadi. Perhatikan pula hadis ini:
…فَيَذْهَبُ الْمَرَّةَ وَيَأْتِي الْأُخْرَى فَمَنْ سَمِعَ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا يَقْدَمَنَّ عَلَيْهِ وَمَنْ وَقَعَ بِأَرْضٍ وَهُوَ بِهَا فَلَا يُخْرِجَنَّهُ الْفِرَارُ مِنْهُ
“…Wabah itu terkadang datang, dan terkadang pergi. Bila terdengar ada di suatu tempat maka janganlah kalian mendatanginya. Dan bila terjadi di suatu tempat sedangkan dia ada di situ maka janganlah kalian keluar dari tempat itu.” (HR Muslim 4112).
Hadis Nabi ini seolah mengingatkan bahwa wabah itu datang dan pergi “sesukanya”. Kalau dia melanda ke suatu wilayah, ya kalian jangan datang ke sana, agar tidak tertular. Tapi kalau dia terlanjur datang ke tempat kalian, ya kalian jangan pergi-pergi. Dikhawatirkan menulari orang lain.
Hadis pertama dan kedua di atas menunjukkan bahwa wabah itu rutin, bersifat siklikal. Ini alamiah dari siklus alam. Tiap tahun datang. Hanya saja, antara satu dengan tahun yang lain, level bahayanya berbeda-beda. Kadang ada tahun yang wabahnya hanya berbahaya bagi spesies hewan tertentu. Ayam misalnya, akan terserang wabah mematikan tiap awal musim hujan. Bagi peternak ayam, pasti sudah bisa memprediksi bulan apa saja wabah penyakit ini akan datang.
Hal yang sama juga berlaku bagi kita. Jadi setiap tahun, terutama pada perubahan musim, sebenarnya kita juga diserang berbagai virus dan kuman penyakit. Cuma biasanya serangan kuman itu tidak se-massif dan terstruktur seperti Qif-19 sekarang. Aneka kuman ini bisa berevolusi. Tiap saat susunan gen-nya bahkan bisa berubah untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Tubuh kita sebenarnya juga beradaptasi tiap menghadapi perubahan iklim. Misalnya dengan menggigil saat udara dingin. Ini adalah usaha tubuh untuk bergerak menghasilkan panas guna melawan dinginnya udara. Munculnya aktifitas “menggigil” ini alami. Ia terjadi begitu saja. Kita tidak perlu mikir. Tapi Allah memberi kita akal. Dengan akal itu kita bisa berfikir, sehingga menghasilkan perilaku adaptasi yang jauh lebih baik. Dengan akal itu pula kita bisa menganalisa iklim, cuaca, dan lain sebagainya, sehingga bisa melakukan antisipasi bila nanti ada wabah.
Hadis di atas juga memberikan petunjuk tentang antisipasi ini. Di sana diisyaratkan bahwa salah satu media penyebaran wabah penyakit adalah udara. Karena itulah dalam hadis di atas, Nabi memberikan petunjuk antisipasinya, yakni kita diperintahkan untuk menutup wadah-wadah air (termasuk makanan), agar udara dari luar yang tercemar tidak jatuh masuk ke sana. Selain itu juga untuk menghindarkan wadah air kita dari jilatan atau dimasuki hewan-hewan tertentu yang bisa membawa bibit penyakit. Bahasa ilmiahnya, mencegah zoonosis, penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Dalam hadis lain kita juga diperintahkan agar menutupkan kain atau tangan ke wajah (termasuk mulut) saat bersin menguap. Ini termasuk mengurangi penularan penyakit melalui udara. Perhatikan dua hadis di bawah ini:
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيْهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Apabila salah seorang di antara kalian menguap maka hendaklah menutup mulut dengan tangannya karena syaitan akan masuk (ke dalam mulut yang terbuka).” (HR. Muslim: 2995 dan Abu Dawud: 5026).
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ.
“Bahwasanya apabila Nabi Saw bersin, beliau menutup wajah dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” (HR. Ahmad II/439, al-Hakim IV/264, Abu Dawud: 5029, at-Tirmidzi: 2746).
Nabi beserta para shahabat juga tidak lepas dari wabah penyakit menular. Bahkan Madinah adalah wilayah yang dulu banyak dilanda wabah. Lembah Buthhan yang ada di sana mengalirkan air tercemar yang membawa banyak kuman penyakit. Karena itulah, ketika baru sampai di Madinah saat Hijrah, beberapa shahabat terinfeksi wabah penyakit ini. Sampai-sampai Abu Bakar dan Bilal mengalami demam tinggi hingga mengigau dengan syair-syair Arab.
Bilal sampai jengkel, dan teringat beberapa nama pentolan kafir Quraisy yang telah mengintimidasi mereka di Makkkah, hingga mereka hijrah ke Madinah, tempat yang penuh wabah ini. Jadi dibanding Makkah, sebenarnya Madinah adalah wilayah endemik di mana berbagai wabah penyakit menular.
Tentang wabah ini yang cerita bukan saya, tapi hadis. Perhatikan hadis riwayat Bukhari ini:
لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وُعِكَ أَبُو بَكْرٍ وَبِلَالٌ فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ إِذَا أَخَذَتْهُ الْحُمَّى يَقُولُ:
كُلُّ امْرِئٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهْلِهِ * وَالْمَوْتُ أَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
وَكَانَ بِلَالٌ إِذَا أُقْلِعَ عَنْهُ الْحُمَّى يَرْفَعُ عَقِيرَتَهُ يَقُولُ
أَلَا لَيْتَ شِعْرِي هَلْ أَبِيتَنَّ لَيْلَةً * بِوَادٍ وَحَوْلِي إِذْخِرٌ وَجَلِيلُ
=وَهَلْ أَرِدَنْ يَوْمًا مِيَاهَ مَجَنَّةٍ * وَهَلْ يَبْدُوَنْ لِي شَامَةٌ وَطَفِيلُ
قَالَ اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا وَفِي مُدِّنَا وَصَحِّحْهَا لَنَا وَانْقُلْ حُمَّاهَا إِلَى الْجُحْفَةِ قَالَتْ وَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ وَهِيَ أَوْبَأُ أَرْضِ اللَّهِ قَالَتْ فَكَانَ بُطْحَانُ يَجْرِي نَجْلًا تَعْنِي مَاءً آجِنًا
Ketika Rasulullah Saw. sampai di Madinah, Abu Bakar dan Bilal menderita sakit demam. Ketika Abu Bakar bila merasakan demam yang tinggi, ia bersyair;
“Setiap orang pada pagi hari bersantai dengan keluarganya.”
“Padahal kematian lebih dekat dari pada tali sandalnya.”
Sementara Bilal ketika siuman dari demamnya, dia bersyair dengan suara keras:
“Wahai kiranya kesadaranku, dapatkah kiranya aku bermalam semalam.
Di sebuah lembah yang dikelilingi pohon idzkir dan jalil.
Apakah ada suatu hari nanti aku dapat mencapai air Majannah.
Dan apakah bukit Syamah dan Thufail akan tampak bagiku.
Lalu Bilal berdoa: “Ya Allah, laknat lah Syaibah bin Rabi’ah, ‘Uqbah bin Rabi’ah dan Umayyah bin Khalaf yang telah mengusir kami dari suatu negeri (Makkah yang aman) ke negeri yang penuh dengan wabah bencana ini” (Madinah).
Mendengar itu, Rasulullah kemudian memanjatkan doa: “Ya Allah, jadikanlah Madinah ini sebagai kota yang kami cintai sebagaimana kami mencintai Makkah atau bahkan lebih dari itu. Ya Allah, berikanlah berkah kepada kami dalam timbangan sha’ dan mud kami, sehatkanlah Madinah buat kami, dan pindahkanlah wabah demamnya ke Juhfah.”
‘Aisyah berkata; “Ketika kami tiba di Madinah, saat itu Madinah adalah bumi Allah yang paling banyak wabahnya.” Sambungnya lagi: “Lembah Bathhan mengalirkan air keruh yang mengandung kuman-kuman penyakit”. (HR al-Bukhari: 1756)
Perhatikan doa Nabi di atas, khususnya kalimat: “…sehatkanlah Madinah untuk kami, dan pindahkanlah wabah demamnya ke Juhfah”. Ini jelas menunjukkan bahwa di Madinah sejak zaman Nabi sekalipun, sudah biasa ada wabah penyakit meski level keganasannya tidak sampai membunuh banyak orang. Masak Dajjal bisa masuk ke sana? Padahal di sana masih ada Nabi Muhammad lagi?
Setelah Nabi wafat, wabah juga masih datang. Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, tepatnya tahun 18 H, wabah penyakit mematikan melanda kota Syam, alias Damaskus kalau sekarang. Namanya Wabah Tha’un ‘Amwas. Korban meninggal sampai 25.000 orang. Padahal ini epidemi lokal. Artinya, hanya melanda beberapa daerah di sekitar Syam. Itupun jumlah korbannya sudah sebanyak itu. Ada banyak shahabat Nabi yang meninggal dalam wabah Thaun Amwas ini, termasuk Abu Ubaydah bin al-Jarrah, Mu’adz bin Jabal, al-Fadhl bin Abbas, dan lain sebagainya.
Demikian juga dalam kitab Badzlul Ma’un fi Fadhli Tha’un, karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, dari halaman 361-370 dijelaskan ada banyak sekali peristiwa wabah penyakit menular yang melanda dunia Islam, dari sejak zaman Nabi Muhammad hingga era hidupnya Ibnu Hajar al-Asqalani sendiri (tahun 852 H). Dalam kitab ini juga terdapat penjelasan bahwa tiga anak Ibnu Hajar sendiri meninggal dunia karena tertular wabah penyakit di Kairo tahun 800-an Hijriyah.
Ali Imron
Dosen Ilmu Hadis di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hadis Nabi menunjukkan bahwa wabah itu fenomena alamiah saja. Bahkan Madinah adalah wilayah yang dikenal punya banyak wabah penyakit.
Padahal Nabi sendiri dalam hadisnya memberikan petunjuk bahwa wabah penyakit itu sesuatu yang alami belaka. Tiap tahun bahkan ada wabah penyakit sebagaimana disebutkan hadis di bawah ini:
غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ
“Tutuplah bejana-bejana, dan ikatlah tempat-tempat minuman, karena di suatu malam pada setiap tahunnya akan ada wabah penyakit (berbahaya) yang akan jatuh ke dalam bejana dan ketempat-tempat air yang tidak tertutup” (HR Muslim no. 3758).
Dari hadis ini jelas bahwa wabah penyakit itu bukan konspirasi macam-macam. Nabi sendiri bilang, tiap tahun akan ada wabah penyakit. Perhatikan ulang hadis di atas tadi. Perhatikan pula hadis ini:
…فَيَذْهَبُ الْمَرَّةَ وَيَأْتِي الْأُخْرَى فَمَنْ سَمِعَ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا يَقْدَمَنَّ عَلَيْهِ وَمَنْ وَقَعَ بِأَرْضٍ وَهُوَ بِهَا فَلَا يُخْرِجَنَّهُ الْفِرَارُ مِنْهُ
“…Wabah itu terkadang datang, dan terkadang pergi. Bila terdengar ada di suatu tempat maka janganlah kalian mendatanginya. Dan bila terjadi di suatu tempat sedangkan dia ada di situ maka janganlah kalian keluar dari tempat itu.” (HR Muslim 4112).
Hadis Nabi ini seolah mengingatkan bahwa wabah itu datang dan pergi “sesukanya”. Kalau dia melanda ke suatu wilayah, ya kalian jangan datang ke sana, agar tidak tertular. Tapi kalau dia terlanjur datang ke tempat kalian, ya kalian jangan pergi-pergi. Dikhawatirkan menulari orang lain.
Hadis pertama dan kedua di atas menunjukkan bahwa wabah itu rutin, bersifat siklikal. Ini alamiah dari siklus alam. Tiap tahun datang. Hanya saja, antara satu dengan tahun yang lain, level bahayanya berbeda-beda. Kadang ada tahun yang wabahnya hanya berbahaya bagi spesies hewan tertentu. Ayam misalnya, akan terserang wabah mematikan tiap awal musim hujan. Bagi peternak ayam, pasti sudah bisa memprediksi bulan apa saja wabah penyakit ini akan datang.
Hal yang sama juga berlaku bagi kita. Jadi setiap tahun, terutama pada perubahan musim, sebenarnya kita juga diserang berbagai virus dan kuman penyakit. Cuma biasanya serangan kuman itu tidak se-massif dan terstruktur seperti Qif-19 sekarang. Aneka kuman ini bisa berevolusi. Tiap saat susunan gen-nya bahkan bisa berubah untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Tubuh kita sebenarnya juga beradaptasi tiap menghadapi perubahan iklim. Misalnya dengan menggigil saat udara dingin. Ini adalah usaha tubuh untuk bergerak menghasilkan panas guna melawan dinginnya udara. Munculnya aktifitas “menggigil” ini alami. Ia terjadi begitu saja. Kita tidak perlu mikir. Tapi Allah memberi kita akal. Dengan akal itu kita bisa berfikir, sehingga menghasilkan perilaku adaptasi yang jauh lebih baik. Dengan akal itu pula kita bisa menganalisa iklim, cuaca, dan lain sebagainya, sehingga bisa melakukan antisipasi bila nanti ada wabah.
Hadis di atas juga memberikan petunjuk tentang antisipasi ini. Di sana diisyaratkan bahwa salah satu media penyebaran wabah penyakit adalah udara. Karena itulah dalam hadis di atas, Nabi memberikan petunjuk antisipasinya, yakni kita diperintahkan untuk menutup wadah-wadah air (termasuk makanan), agar udara dari luar yang tercemar tidak jatuh masuk ke sana. Selain itu juga untuk menghindarkan wadah air kita dari jilatan atau dimasuki hewan-hewan tertentu yang bisa membawa bibit penyakit. Bahasa ilmiahnya, mencegah zoonosis, penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Dalam hadis lain kita juga diperintahkan agar menutupkan kain atau tangan ke wajah (termasuk mulut) saat bersin menguap. Ini termasuk mengurangi penularan penyakit melalui udara. Perhatikan dua hadis di bawah ini:
إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيْهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Apabila salah seorang di antara kalian menguap maka hendaklah menutup mulut dengan tangannya karena syaitan akan masuk (ke dalam mulut yang terbuka).” (HR. Muslim: 2995 dan Abu Dawud: 5026).
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ.
“Bahwasanya apabila Nabi Saw bersin, beliau menutup wajah dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” (HR. Ahmad II/439, al-Hakim IV/264, Abu Dawud: 5029, at-Tirmidzi: 2746).
Nabi beserta para shahabat juga tidak lepas dari wabah penyakit menular. Bahkan Madinah adalah wilayah yang dulu banyak dilanda wabah. Lembah Buthhan yang ada di sana mengalirkan air tercemar yang membawa banyak kuman penyakit. Karena itulah, ketika baru sampai di Madinah saat Hijrah, beberapa shahabat terinfeksi wabah penyakit ini. Sampai-sampai Abu Bakar dan Bilal mengalami demam tinggi hingga mengigau dengan syair-syair Arab.
Bilal sampai jengkel, dan teringat beberapa nama pentolan kafir Quraisy yang telah mengintimidasi mereka di Makkkah, hingga mereka hijrah ke Madinah, tempat yang penuh wabah ini. Jadi dibanding Makkah, sebenarnya Madinah adalah wilayah endemik di mana berbagai wabah penyakit menular.
Tentang wabah ini yang cerita bukan saya, tapi hadis. Perhatikan hadis riwayat Bukhari ini:
لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وُعِكَ أَبُو بَكْرٍ وَبِلَالٌ فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ إِذَا أَخَذَتْهُ الْحُمَّى يَقُولُ:
كُلُّ امْرِئٍ مُصَبَّحٌ فِي أَهْلِهِ * وَالْمَوْتُ أَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
وَكَانَ بِلَالٌ إِذَا أُقْلِعَ عَنْهُ الْحُمَّى يَرْفَعُ عَقِيرَتَهُ يَقُولُ
أَلَا لَيْتَ شِعْرِي هَلْ أَبِيتَنَّ لَيْلَةً * بِوَادٍ وَحَوْلِي إِذْخِرٌ وَجَلِيلُ
=وَهَلْ أَرِدَنْ يَوْمًا مِيَاهَ مَجَنَّةٍ * وَهَلْ يَبْدُوَنْ لِي شَامَةٌ وَطَفِيلُ
قَالَ اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا وَفِي مُدِّنَا وَصَحِّحْهَا لَنَا وَانْقُلْ حُمَّاهَا إِلَى الْجُحْفَةِ قَالَتْ وَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ وَهِيَ أَوْبَأُ أَرْضِ اللَّهِ قَالَتْ فَكَانَ بُطْحَانُ يَجْرِي نَجْلًا تَعْنِي مَاءً آجِنًا
Ketika Rasulullah Saw. sampai di Madinah, Abu Bakar dan Bilal menderita sakit demam. Ketika Abu Bakar bila merasakan demam yang tinggi, ia bersyair;
“Setiap orang pada pagi hari bersantai dengan keluarganya.”
“Padahal kematian lebih dekat dari pada tali sandalnya.”
Sementara Bilal ketika siuman dari demamnya, dia bersyair dengan suara keras:
“Wahai kiranya kesadaranku, dapatkah kiranya aku bermalam semalam.
Di sebuah lembah yang dikelilingi pohon idzkir dan jalil.
Apakah ada suatu hari nanti aku dapat mencapai air Majannah.
Dan apakah bukit Syamah dan Thufail akan tampak bagiku.
Lalu Bilal berdoa: “Ya Allah, laknat lah Syaibah bin Rabi’ah, ‘Uqbah bin Rabi’ah dan Umayyah bin Khalaf yang telah mengusir kami dari suatu negeri (Makkah yang aman) ke negeri yang penuh dengan wabah bencana ini” (Madinah).
Mendengar itu, Rasulullah kemudian memanjatkan doa: “Ya Allah, jadikanlah Madinah ini sebagai kota yang kami cintai sebagaimana kami mencintai Makkah atau bahkan lebih dari itu. Ya Allah, berikanlah berkah kepada kami dalam timbangan sha’ dan mud kami, sehatkanlah Madinah buat kami, dan pindahkanlah wabah demamnya ke Juhfah.”
‘Aisyah berkata; “Ketika kami tiba di Madinah, saat itu Madinah adalah bumi Allah yang paling banyak wabahnya.” Sambungnya lagi: “Lembah Bathhan mengalirkan air keruh yang mengandung kuman-kuman penyakit”. (HR al-Bukhari: 1756)
Perhatikan doa Nabi di atas, khususnya kalimat: “…sehatkanlah Madinah untuk kami, dan pindahkanlah wabah demamnya ke Juhfah”. Ini jelas menunjukkan bahwa di Madinah sejak zaman Nabi sekalipun, sudah biasa ada wabah penyakit meski level keganasannya tidak sampai membunuh banyak orang. Masak Dajjal bisa masuk ke sana? Padahal di sana masih ada Nabi Muhammad lagi?
Setelah Nabi wafat, wabah juga masih datang. Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, tepatnya tahun 18 H, wabah penyakit mematikan melanda kota Syam, alias Damaskus kalau sekarang. Namanya Wabah Tha’un ‘Amwas. Korban meninggal sampai 25.000 orang. Padahal ini epidemi lokal. Artinya, hanya melanda beberapa daerah di sekitar Syam. Itupun jumlah korbannya sudah sebanyak itu. Ada banyak shahabat Nabi yang meninggal dalam wabah Thaun Amwas ini, termasuk Abu Ubaydah bin al-Jarrah, Mu’adz bin Jabal, al-Fadhl bin Abbas, dan lain sebagainya.
Demikian juga dalam kitab Badzlul Ma’un fi Fadhli Tha’un, karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, dari halaman 361-370 dijelaskan ada banyak sekali peristiwa wabah penyakit menular yang melanda dunia Islam, dari sejak zaman Nabi Muhammad hingga era hidupnya Ibnu Hajar al-Asqalani sendiri (tahun 852 H). Dalam kitab ini juga terdapat penjelasan bahwa tiga anak Ibnu Hajar sendiri meninggal dunia karena tertular wabah penyakit di Kairo tahun 800-an Hijriyah.
Ali Imron
Dosen Ilmu Hadis di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
0 Response to "Bala' Hadir Disetiap Tahun"
Posting Komentar